Khabar dari rakan di Kalimantan tentang pelancaran akhbar Borneo Tribune.


















Daripada A. Alexander Mering (wisnu pamungkas)

Salam JournalistMewakili 6 Alumni Pantau di Pontianak mengabarkan bahwa akan dilakukan launching atawa perasmian terbitnya koran harian Borneo Tribune di Gedung PPC, Pontianak, Sabtu 19 Mei 2007 mendatang. Bagi rakan-rakan yang suka rela mahu datang, kami tentu akan sangat senang hati.Harian kami ini didikan dengan Visi: Idealisme, Keberagaman dan Kebersamaan.

Dengan semangat itulah koran ini dibangun.Pendirinya adalah para Alumni Pantau yang ada di Pontianak, termasuk saya yang di PHK dari Harian Equator, salah satu koran group Jawa Post di Pontianak. Kami melakukan riset sekitar 6 bulan, dalam membidani koran ini. Nasihat dari Mas Andreas Harsono telah banyak membantu dan turut mematangkan mimpi kami untuk membangun koran Daerah yang Idealis dengan mengedepankan semangat di atas.Headmaster kami menggunakan huruf atau font Old English Text MT, seperti yang dipakai oleh Harvard Courant atau Bisnis Indonesia.

Kami memilih nama Borneo Tribune karena kata Borneo dalam pendekatan sejarah lebih dikenal ketimbang nama kalimantan. Dalam literatur dan kepustakaan dunia, kata Borneo juga lebih tua dari pada Kalimantan. Nah nama Tribune, lebih dimaksud pada pengertian pentas atau panggung. Selain itu kata Tribune juga sudah tidak asing lagi bagi masyarakt dunia tanpa maksud mengacu pada nama sejumlah koran yang selalu diakhiri dengan kata Tribune, seperti halnya Sarawak Tribune atawa tribune-nya group Kompas.

Jadi Borneo Tribune yang kami maksud adalah Pentas Kalimantan dalam penafsiran yang seluas-luasnya. Di antara kata Tribune dan Borneo kami sisipkan logo burung Enggang Gading yang distilir (Buceros/rhinoplax vigil) yang kini sudah sangat langka. Burung tersebut khas pulau Borneo dan bahkan oleh Pemerintah Kalimantan Barat telah ditetapkan sebagai maskot Pemrpov Kalbar. Tetapi kami mendesign Enggang ini dengan unik, seperti harmoni garis yang melambangkan lekukan dan ukiran serta motif beberapa etnik di Kalimantan.

Bagi beberapa sub suku masyarakat Dayak, burung Enggang ini layaknya naga pada masyarakat Tionghoa. Orang iban menyebutnya kenyalang, mahluk mitologi yang berparuh kuat dan anggun serta sangat setia pada pasangannya. Itulah alasan kami memilihnya menjadi logo koran Borneo Tribune.Rubrikasinya kami atur seapik dan seidial mungkin dan di-maping. Yang masuk dalam rumpun ekonomi dikelompokkan sendiri, yang sosial budaya demikian juga dan seterusnya.

Persis ketika kita akan belanja ke Supermarket, langsung dipandu ke tempat yang diinginkan, mana lorong yang menjual pakaian dan mana yang menjual peralatan dapur.Tahap awal kami terbit 24 halaman setiap hari. Salah satu debutan kami adalah rubrik yang menyajikan berita human inters berikut gerakan amal melalui tiap eksemplar koran yang terjual, Rp 25 akan kami sumbangkan untuk dana kemanusian.

Namanya rubrik filantrofi. Selain itu ada Halaman Pandora yang khusus menyajikan hasil-hasil liputan dan penelitan dan tulisan tentang kearifan lokal masyarakat di bumi Borneo: kebudayaan, adat istiadat dan sebagainya.Dari riset kami, lebih dari 60 persen responden minta adanya halaman pendidikan. Karena itu kami menyediakan 2 halaman khusus untuk pendidikan. Sedangkan edisi minggu kami mengandalkan laporan khusus 8 halaman untuk satu tema.

Setakat ini kami bekerjasama dengan Antara, AFP, Reuters, Pustaka Putra Kenyalan Malaysia, dan tentu saja ingin menjalin kerja sama dengan seluruh anggota sindikasi Pantau dimana pun berada.Kami juga berusaha semampu mungkin untuk menerapkan genree narative Reporting. Karena itu kami juga punya slogan : Menyajikan berita dengan gaya bercerita. Tahap awal kelahiran mungkin tak semudah keinginan, tapi kami akan terus berikthiar dan berusaha mewujudkan slogan tersebut.

Kelak edisi print memang untuk berita dengan gaya cerita. Sebab kami tidak mengedepakan kecepatan, tetapi pada ketepatan dan akurasi. Sebab jika mengandalkan kecepatan koran tak bakal mampu melawan televisi atau media elektronik lainnya. Nah, bagi pembaca yang menginginkan berita terbaru setiap hari, ia bisa membaca di website Borneo Tribune : http://www.boneo-tribune.com.

Boleh lewat PC kantor, PC rumah laptop maupun telepon bimbit alias HP. Namun situs ini baru dapat dibuka pada saat launching nanti.Gerakan struktural kami mulai dirintis secara kecil-kecilan, melalui programDiskusi Sabtu Pagi dan Borne Tribune Institute. Nah untuk proses produksi kami mengandalkan mesin web merk Goss Comunity dengan kapasitas 15 ribu perjam yang dibeli sejak 3 bulan lalu.Sekian informasi saya buat dan lewat diskripsi yang terbatas ini saya atas nama teman-teman mohon doa restu. Kami melakukannya karena kami yakin dan percaya bahwa kami bisa.

Pengembangan BM di peringkat antarabangsa

“SELAIN perjuangan mendaulatkan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, bahasa rasmi dan bahasa ilmu di peringkat negara, pada hemat saya kita tidak patut melupakan upaya untuk meningkatkan martabat bahasa Melayu di peringkat serantau dan antarabangsa,” jelas Dato’ Haji Abdul Rahim Abu Bakar Siri Bicara Bahasa terbitan bersama Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) dan Persatuan Linguistik Malaysia.

Membincangkan tajuk ‘Bahasa Jiwa Bangsa’ Perspektif Politik dan Pejuang Bahasa, Dato’ Abdul Rahim turut menjelaskan, sekalipun masalah pelaksanaan penggunaan bahasa Melayu di peringkat negara belum selesai betul, namun hal itu tidak patut dijadikan alasan untuk tidak mengusahakan pengembangannya di peringkat serantau dan antarabangsa.

Menurutnya, upaya penyelidikan, pengajaran dan penggalakan yang berkaitan dengan bahasa Melayu dan pengajian Melayu memerlukan suatu perancangan yang lebih agresif dan terarah.

“Kita tidak patut berpuas hati dengan keadaan yang ada kini, iaitu bahasa Melayu dikaji dan dipelajari atas dasar minat individu dan kelompok tertentu di luar negara. Peranan kedutaan dan pejabat pesuruhjaya kita di luar negara harus membabitkan pengembangan bahasa dan persuratan Melayu di negara asing sama ada melalui perancangan kursus bahasa dan pewujudan pusat sumber yang memperagakan hasil-hasil persuratan kita.”

Di samping itu, katanya, perlu ada perencanaan kolaborasi yang lebih erat dan berfokus antara institusi pengajian dan penyelidikan dengan institusi luar negara.

“Sebagai langkah awal, DBP telah menubuhkan Majlis Antarabangsa Bahasa Melayu pada umumnya berusaha menyelaraskan kegiatan penyelidikan, pengajaran dan penggalakan yang berkaitan dengan bahasa dan pengajian Melayu di seluruh dunia.

“Kita mengharapkan bahawa melalui upaya mengembangkan bahasa Melayu di peringkat antarabangsa, kita akan dapat mengembalikan kegemilangan bahasa dan tamadun Melayu yang pada sekitar abad ke-15 dan 16 dahulu menjadi bahasa antarabangsa., baik dalam bidang perdagangan, diplomatik, dan perhubungan umum.”

Sementara, Dato’ Haji A. Aziz Deraman yang membicarakan Bahasa Asas Pembinaan Tamadun Bangsa juga dalam Siri Bicara Bahasa pula menjelaskan, kekuatan rohaniah dan jasmaniah sesuatu bangsa dan tamadun banyak bergantung kepada bahasa.

“Demikian juga bahasa Melayu yang menjadi jiwa kepada bangsa Melayu yang kini berkembang menjadi kekuatan kesatuan bangsa Malaysia. Bahasa itu juga merupakan perasaan penutur bangsa serumpunnya. Bahasa Melayu adalah bahasa bagi negara Malaysia.

“Pembinaan dan pengembangannya bukan lagi setakat sebagai alat komunikasi semata-mata. Segala usaha dan upaya kita selama ini melalui penghasilan kerja dalam aktiviti-aktiviti teras program pembinaan dan pengembangannya tidak seharusnya mengalpakan kita.”

Bahasa Melayu katanya, seperti juga bahasa-bahasa lain di dunia mesti berkembang seiring dengan meluasnya penggunaan bahasa itu dalam pelbagai arena ilmu, baik yang berasaskan sains dan teknologi mahupun yang berteraskan manusia dan kemanusiaan.”

Katanya, bahasa Melayu berupaya menjadi bahasa ilmu pengetahuan, media, falsafah, kesusasteraan dan saluran fikiran bangsa sehingga menjadi sebahagian penting daripada bahasa dan persuratan dunia.

Menurutnya, melihat kepada sistem pendidikan dan kemajuan rakyat sejak beberapa dekad yang lalu dan kepada perancangan masa depan negara, seimbang dengan kemajuan sains dan teknologi, ekonomi dan perindustrian, maka kedudukan bahasa Melayu bukan lagi bertaraf bahasa kelompok atau bahasa orang Melayu sahaja.

“Bahasa Melayu sedang menuju ke tahap pembinaan kebudayaan tinggi yang akan mencipta peradaban bangsa. Cita-cita itu perlu dibina serentak dalam kestabilan politik yang ada, kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

“Mungkin hal tersebutr memerlukan revolusi pemikiran dalam konteks baru, suatu tranformasi kebudayaan atau naissance (pembaharuan) dengan mencetuskan kemajuan sebuah tamadun dan memupuk kelahiran baru dalam pengisian tamadun bangsa Malaysia itu melalui bahasa.”

(Disiarkan di Stail Utusan Sarawak: 17 Mei 2007)

Ter... put! put! Ter... cis! cis! satu percubaan SIFAR

RADIN AZHAR AHMAD

Ter... put! put! Ter... cis! cis! Sedar ataupun tidak, kita mungkin pernah terdengar bunyian seperti ini. Entah dari mana datangnya? Yang pasti ia boleh terhasil daripada manusia mahupun benda di sekeliling kita. Ter... put! put! mungkin pernah kita dengar di suatu tempat yang dikenali sebagai jamban atau tandas.

Ter... cis! cis! pula kemungkinan hasil daripada lanjutan bunyi ter...put! put! atau daripada benda-benda yang digunakan di dalam jamban sebelum suasananya menjadi sepi. Kedengarannya bunyi-bunyi ini sudah semestinya bergantung kepada kepekaan dan kekerapan manusia mengunjungi tandas.

Tandas yang menyimpan berbagai rahsia dan peristiwa. Dalam keadaan sekeliling yang semakin maju dan pantas, masih ad agolongan yang tahu akan tandas tetapi tidak pernah mengambil tahu tentang apa-apa yang tersurat dan tersurat di sebalik sebuah tandas.

Nasib masih menyebelahi tandas apabila ada golongan yang masih tegar dan sanggup memeliharanya. Bekerja membersih tandas. Sambil mencuci, mereka meluaskan isi hati mereka. Inilah antara renteten cerita yang dipaparkan dalam teater Ter... put! put! Ter... cis! cis! yang akan dipentaskan oleh kumpulan baru (orangnya lama) iaitu Persatuan Seni Persembahan Sifar Kuching.

Ini adalah sinopsis teater Ter... put! put! Ter... cis! cis! yang berjaya dipentaskan di Balai Budaya Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Cawangan Sarawak baru-baru ini. Tahniah kepada Kumpulan Teater Sifar kerana berjaya mementaskan teater itu walaupun kumpulan itu masih baru. Tahniah juga kerana berjaya menarik lebih 300 penonton dari pelbagai peringkat usia dan ras.

Setelah melihat pementasan tersebut, penulis sebenarnya telah diajukan beberapa soalan oleh rakan teater tentang Ter... put! put! Ter... cis! cis!. Seperti biasa mereka bertanyakan pendapat. Ter... put! put! Ter... cis! cis! sememangnya sebuah naskhah yang baik yang telah ditulis oleh Mama Senggora (salah seorang anggota Sifar). Satu lagi kebanggaan apabila anak tempat berjaya menghasilkan satu naskhah teater yang kemudian berjaya dipentaskan.

Salah satu percubaan berani daripada Mama Senggora iaitu Mohd Addly Mohd Ali menulis skrip teater untuk dipentaskan. Sekali gus, satu usaha peribadi Mohad Addly Mohd Ali untuk menjadi penulis skrip teater dan seterusnya akan memperbanyakkan lagi skrip teater di negeri ini. Persoalannya, adakah skrip tersebut sememangnya sesuai untuk dipentaskan? Ya! Memang sesuai jika pernah dibincangkan sama ada sesama tenaga produksi Sifar. Jika tidak, mungkin satu kesilapan kerana skrip yang diterima untuk dipentaskan mesti mendapat persetujuan ramai setelah melalui proses tegur-menegur, berbincang dan mungkin kadang-kadang bertegang urat.

Skrip ini dilihat sebagai satu luahan daripada penulisnya terhadap perkara yang berlaku di sekeliling kita yang kemudiannya diketengahkan di atas pentas untuk dinikmati pula oleh penonton. Jika melihat kepada sinopsis, pasti kita akan terbayang tentang tandas yang dikatakah kotor, dan kini sudah ada usaha-usaha untuk membersihkan tandas melalui pelbagai kempen. Inilah yang diceritakan dalam sinopsis.

Tetapi, perkara tersebut tidak banyak diketengahkan ketika pementasan teater itu dibuat. Berdasarkan pemerhatian penulis dan ini mungkin stau pendapat, cerita lebih banyak berkisar kepada dunia di luar tandas, dan kurangnya cerita di dalam tandas. Mungkin dua watak Wezan Saili sebagai Pak Akub dan Ferrazzillah Haji Mohd sebagai Putut mewakili masyarakat yang bekerja di tandas dan suara mangkuk tandas adalah gambaran kepada tandas.

Namun demikian, mesej yang cuba disampaikan dilihat terlalu banyak dan tidak menampakkan satu fokus utama dalam sesuatu pementasan. Benarlah seperti yang penulis dengar-dengar iaitu teater itu hanya satu luahan dalaman penulis. Alangkah bagus jika teater Ter... put! put! Ter... cis! cis! mempunyai fokus tetap. Sewajarnya perkara tersebut tidak berlaku sekiranya kita melihat setiap tenaga produksi teater berkenaan - rata-rata sudah mempunyai nama dalam dunia teater di Sarawak mahupun di peringkat kebangsaan. Malah, mereka seharusnya sedar akan perkara tersebut dari awal lagi bukannya setelah pementasan tamat.

Penulis melihat situasi demikian mungkin berlaku kerana tiadanya pengarah dalam produksi berkenaan. Dilihat dengan terperinci, Ter... put! put! Ter... cis! cis! diarahkan oleh SIFAR yang bermaksud kosong. Dengan demikian, jelas di sini bahawa Ter... put! put! Ter... cis! cis! tidak mempunyai pengarah, walaupun mereka menjelaskan semua tenaga produksi boleh memberikan pandangan. Dengan demikian, sekali lagi penulis beranggapan bahawa ahli baru yang mungkin sehari dua menyertai SIFAR sudah boleh memberikan arahan. Dengan kata lain, dalam Ter... put! put! Ter... cis! cis! terlalu banyak pengarahnya.

Sewajarnya Ter... put! put! Ter... cis! cis! mempunyai pengarah yang membuat kata putus terhadap sesuatu perkara. Seperti yang diketahui, di mana-mana organisasi sama kecil ataupun besar, pastinya ada seorang ketua yang menjadi kata pemutus. Ini bagi memudahkan kerja. Tetapi, mungkin satu kesilapan jika Ter... put! put! Ter... cis! cis! tidak mempunyai pengarah. Jika hanya diarahkan oleh SIFAR, bermakna tidak ada orang yang memberikan arahan. Dengan kata lain Ter... put! put! Ter... cis! cis! diarahkan oleh KOSONG.

Seterusnya, apabila menyentuh tentang pelakon; lakonan sememangnya baik kerana pelakon-pelakon yang terlibat sudah lama berlakon teater. Cuma mungkin ada beberapa perkara yang harus diambil perhatian. Watak Putut yang dilakonkan oleh Ferrazzillah Haji Mohd digambarkan sebagai seorang pekerja tandas yang berperwatakan lembut. Dia adalah lelaki tetapi berperwatakan lembut. Tetapi, di atas pentas, gaya Putut diketengahkan pula sebagai seorang yang melebihi lelaki lembut ataupun pondan.

Memang dia mengenakan pakaian lelaki, tetapi mungkin kerana lakonan berjaya membuat penonton ketawa sehingga watak lelaki lembut menjadi pondan. Begitu juga dengan Pak Akub yang dilakonkan oleh Wezan Saili. Seorang tua yang sudah berpengalaman dalam bidang pembersihan tandas. Ketuaaannya memang nampak tetapi bagaimana mungkin dia boleh bercakap tentang perkara-perkara yang berada di luar bidang tugasannya.

Dalam teater ini, Pak Akub cukup bijak bercakap tentang masalah dunia yakni Israel, petah pula berhujah ketika berceramah kepada penonton di hadapan tandas. Sedangkan, seperti yang kita maklum, lingkungan pemikiran seorang penjaga tandas adalah sekitarnya. Jikapun dia bercakap tentang Israel, mungkin luahan kemarahannya terhadap serangan, tidak mungkin mengetahui sebegitu banyak perkara.

Kemudian, Pak Akub telah menari – juga di hadapa tandas. Lagunya ‘Sedang Ingin Bercinta’ iaitu lagu Indonesia yang dipopularkan oleh generasi muda. Sebelum itu, dia menyatakan kepada Putut pernah bercinta. Apabila muzik keluar Pak Akub terus menari bagaikan anak muda. Jika pun ia adalah imbas kembali, adakah muzik tersebut sesuai dengan Pak Akub. Harus diketahui latar belakang Pak Akub dan zaman mudanya.

Wezan Saili memang berjaya melakonkan watak tersebut, tetapi dia seolah-olah digunakan untuk menarik penonton dengan watak komedi. Sudah lebih daripada dua teater yang dilakonkan oleh Wezan Saili adalah watak komedi sehingga dia dicop sebagai pelakon komedi. Di sini, menjadi harapan untuk melihat Wezan Saili mengubah watak yang dilakonkan.

Dalam Ter... put! put! Ter... cis! cis! satu perkara yang harus menjadi perhatian ialah dari segi penggunaan muzik ataupun bunyi sebagai pembantu dalam pementasan. Jika mahukan bunyi air dicurah ke dalam mangkuk tandas, maka bunyinya sewajarnya sama ataupun hampir-hampir sama. Jika tidak, ia hanya mengganggu mood penonton. Begitu juga di atas pentas. Terlalu banyak suasana gelap (berulang-ulang) bagi memisahkan satu babak ke satu babak seolah-olah menjadi trend. Ini hanya mengganggu penonton.

Seolah-olah memutuskan konstrensasi penonton. Mungkin ada cara yang lebih sesuai yang harus difikirkan oleh produksi berkenaan. Apa-apapun Ter... put! put! Ter... cis! cis! adalah satu eksperimen SIFAR. Harus diberikan juga pujian kerana kumpulan yang masih lagi baru ini tetap berjaya mementaskan Ter... put! put! Ter... cis! cis!

SIFAR adalah kumpulan pertama yang memulakan Pementasan Teater Berkala 2007 anjuran Jabatan Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Sarawak. Lebih menarik pementasan teater sepanjang tahun ini turut mendapat kerjasama daripada Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Cawangan Sarawak dan Medan Teater Negeri Sarawak (Mantera).

Disiarkan di Stail Utusan Sarawak: 10 Mei 2007

Cerita Sastera Budaya

Satu ruangan yang kamek sediakan yang memaparkan kegiatan sastera dan budaya yang berlaku di Sarawak.